Rabu, 17 Februari 2010

Teori Schopenhauer dan Konseptualisasi Komedi

oke,kali ini Si cakep gue cuma copy-paste aja tentang teori set up-punchline:

Schopenhauer dan Konseptualisasi Komedi

Apa yang harus dimengerti oleh seorang penulis komedi adalah epistemologi akan dunia komedi itu sendiri. Berbeda dengan konsepsi populer, komedi sebenarnya adalah sebuah cabang keilmuan yang bisa dipelajari, dibedah, dan dianalisa satu per satu.

Sebenarnya, apa sih yang membuat kita tertawa? Itu yang menjadi pertanyaan cukup sulit yang harus dijawab oleh semua orang yang ingin menulis komedi. Membuat orang tertawa melalui tulisan sejujurnya lebih susah dibandingkan dengan membuat orang tertawa melalui media televisi atau radio. Di dalam tulisan komedi, tidak ada timing, inflection, attitude yang dapat diterapkan seperti bisa dilihat atau didengar dalam televisi dan radio.

Dalam karyanya yang berjudul The World as Will and Representation, Schopenhauer, seorang filsuf Jerman, menjelaskan tentang komponen dasar dalam humor. Di tulisan tersebut, Schopenhauer menjelaskan bahwa tertawa adalah sebuah respons yang datang dari sesuatu yang dibilang sebagai “the ludicrous”, yaitu suatu ketidaksinambungan persepsi yang diterima kita; yang timbul di antara “representasi konseptual kita dari realitas” dan “realitas” itu sendiri. Kalau mau dijelaskan dengan frase yang lebih sederhana yaitu: perubahan konseptual. Kesimpulan Schopenhauer dalam karyanya sebagai berikut: semakin kuat dan tidak terduga ketidaksinambungan persepsi ini, semakin heboh tawa si pembaca.

Implikasinya sederhana, begitu kita bertemu dengan ludicrous ini, proses sebuah representasi menjadi problematik karena kita menyadari bahwa konsep yang kita asosiasikan ke dalam sebuah kejadian secara langsung, mempunyai konflik logis dengan representasi konseptual yang ada di dalam pikiran kita.

Contoh sederhana, kita bisa lihat dari kasus "durian in the face". Melihat seseorang, presiden SBY misalnya, mukanya dilempar dengan durian adalah lucu, karena ada sebuah perubahan konseptual yang terjadi. Pertama-tama, kita melihat SBY di dalam setting normal. Kita membuat sebuah representasi konseptual atas kejadian normal ini. Kita berpikir, ''Oh ada SBY sedang memberi ceramah di depan Istana Negara. Ya ya ya." Namun, begitu ada durian kena ke mukanya, kita dipaksa untuk menggeser persepsi kita dari yang tadinya normal menjadi situasi yang sangat tidak lazim, dan ini membuat kita tertawa. Pergeseran konseptual inilah yang membuat kita tertawa.

Ada dua kondisi di sini, yaitu masa sebelum SBY kena durian (pre-durian) dan setelah kena durian (post-durian). Di sini, menurut Schopenhauer, semakin orang percaya dan nyaman dalam mengkonsepkan pre-durian, semakin tidak terduga dia bahwa akan ada post-durian. Maka, semakin tidak menduga seseorang akan terjadinya post-durian, semakin besar pula tertawanya.

Teori Schopenhauer di atas tentang the ludicrous, membuat kita masuk ke dalam konsep humor paling sederhana: set-up dan punchline. Jika dikaitkan dengan teori Schopenhauer di atas, set-up adalah kejadian yang membuat konseptualisasi keadaan kita menjadi normal. Dengan kata lain, set-up adalah sesuatu yang normal, sesuatu yang “tidak lucu”. Set-up ini mengarahkan kita kepada punchline, yaitu bagian yang menggeser konsep yang tadi ada di kepala kita, yaitu bagian "yang lucu." Contoh sederhanya, bisa kita lihat dengan tebak-tebakan klasik: "Naik apa yang dikejar burung?" Jawabannya, "Naik becak, soalnya "burung" abangnya ada di belakang terus".

Kita bisa bedakan, set-up-nya adalah "Naik apa yang dikejar burung?". Sementara punchline-nya adalah jawaban "naik becak, soalnya"burung' abangnya ada di belakang terus”. Bisa kita lihat, kita kaget, dan konseptualisasi kita menjadi roboh ketika kita mendengar/membaca punchline dari tebak-tebakan tersebut. Jawaban dari tebak-tebakan tersebut sangat berbeda dengan dugaan kita atau konsep kita tentang “burung”. Ini yang membuatnya lucu. Sekali lagi, pergeseran konsep.

Di dalam dunia penulisan, contoh yang bisa kita ambil mungkin sebagai berikut:

“Dari pembicaraan Anton dan Tachi, yang didengar Willy, tidak ada satu pun yang cerdas. Temanya tak jauh dari sekitar perceraian selebirtis. Sempat juga sih Anton menyinggung masalah konflik di Timur Tengah. Willy sampai terkaget-kaget mengetahui wawasan Anton bisa sampai keluar Pulau Jawa. Tapi ujungnya sungguh mengecewakan. // Anton memberitahu Tahci tentang gosip Benyamin Netanyahu akan bercerai dengan istrinya. Dan Tachi bertanya, apakah Benjamin Netanyahu itu orang Betawi yang bermain dalam sinetron Si Doel? Bukannya dia sudah almarhum?"– Cewephobia

Kita lihat di sini, semua humor dalam penulisan juga berangkat dari konsep set-up dan punchline. Kita bisa lihat, sebelum tanda "//"adalah set-up-nya, sedangkan setelahnya adalah punchline. Aplikasi dari penulisan humor juga tidak harus melulu berada dalam narasi. Kita lihat di bawah ini, set-up dan punchline yang di-deliver oleh percakapan:

''Gimana strategi penyerangannya?"
"Yang jelas, kita berdua paling belakang. Belakang banget.”
"Di depan siapa?"
"Si Anto aja. Kalo denger suara batuknya, kayaknya umurnya udah nggak lama lagi. Tapi c ukuplah kalo buat jalan sampe ke seberang sana mah."
"Jangan jadi pengecut!" kata Rockmeo. "Sebagai pemimpin, gue akan berada di barisan paling depan."
“Gue tetep di belakang?"
// "Yak! Tapi kita akan jalan mundur," kata Rockmeo. - Metal vs Dugem.

Penulisan komedi yang bagus harus memahami bahwa proporsi antara set-up dengan punchline harus berkaitan dengan sangat erat. Ini berarti, set-up yang kamu tulis harus benar-benar solid. Harus benar-benar bisa membuat persepsi pembaca menjadi nyaman, sebelum kamu "kagetkan"dengan punch-line yang membuatnya terkaget, dan pada akhirnya tertawa.end


copied by:http://blog.bukune.com/

0 komentar:

Posting Komentar